Sabtu, 24 Oktober 2009

I'am Is The King

“Hidup itu diawali dengan kesenangan, dijalani dengan senyuman, dan diakhiri dengan kenikmatan”.
Banyak orang merasa diriku adalah orang biasa dalam artian dia bukan pemeran utama dalam kehidupan. Ya… mereka boleh beranggapan seperti itu, aku memang seperti orang yang biasa. Tapi tahukah mereka takdir menuntunku untuk menjadi Raja. Ya…. takdirku adalah menjadi Raja. Mereka boleh saja menertawakannya. Itu hak mereka. Tapi takdirku adalah menjadi seorang Raja.
Aku bukan Raja yang memerintah seperti kerajaan-kerajaan di masa silam. Karena sekarang tidak ada istananya (istana zaman dulu). Walaupun tidak ada istananya. Aku akan tetap mempunyai bangunan “istanaku” yang melambangkan kekuatan dan keagungan sebuah kerajaan masa depan untuk didiami oleh seorang raja.
Aku akan menjadi raja idaman yang melegenda dan akan selalu dikenang oleh rakyat-rakyatku. Aku akan selalu menyelesaikan masalah dengan penuh kebijaksanaan. Tidak akan ada satupun atau segelintirpun orang yang marah atau membenciku karena aku adalah seorang Raja bijaksana yang memiliki sifat yang baik, pengertian, ramah, dan tidak sombong. Semua orang mencintaiku dan menghormatiku. Begitu pula sebaliknya saya juga mencintai semua orang dan menghormatinya. Keluargaku tetap setia dan selalu menemaniku dalam keadaan suka atau duka selama aku masih hidup.
Aku dan kerajaanku tidak akan pernah goyang oleh keputusasaan, tidak pernah lemah terhadap cobaan, tidak pernah takut terhadap kehancuran, tidak pernah membuat seseorang bersedih karena tersiksa. Mereka hanya akan menangis karena kesenangan. Itulah kondidi kerajaanku. Dan aku adalah Raja.

alam semesta dalam paradigma filsafat islam

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
TENTANG ALAM SEMESTA DALAM PARADIGMA FILSAFAT ISLAM
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IV
1. Rabian Syahbana NIM: 0711059
2. Rahmawati NIM: 0711060
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembahasan tentang alam semesta bertujuan mengingatkan kita semua agar tidak melupakan alam lingkungan tempat kita hidup. Sering kali gelora dan semangat eksplorasi ilmiah yang menggebu-gebu membuat manusia lupa akan ekosistem yang sudah teratur baik, yang merupakan penunjang bagi eksistensinya sejak awal kehadirannya di bumi sampai sekarang. Oleh karena itu, sedikit renungan akan dinamika alam mungkin akan bermanfaat sebagai salah satu unsur pelengkap dalam kita berfilsafat. Menurut teori ledakan besar (Big Bang Theory) yang mencoba menerangkan terciptanya alam semesta ini, matahari-matahari (benda-benda langit yang mengeluarkan cahaya sendiri dan posisinya relative tidak berubah karena relative tidak bergerak), yang juga dinamakan bintang sejati, terbentuk sebagai pecahan yang dilontarkan terlepas dari gumpalan massa yang besar sekali pada waktu terjadinya ledakan itu, kurang-lebih 10-20 milyar tahun yang lalu.
B. RUMUSAN MASALAH
Untuk mempelajari alam semesta dalam paradigma alam semesta, ada beberapa rumusan masalah yang akan dibahas diantaranya:
1. Apa yang dimaksud dengan paradigma?
2. Apa yang dimaksud dengan alam semesta?
3. Bagaimana alam semesta menurut paradigma filsafat pendidikan islam?
4. Apa saja tujuan terciptanya alam semesta?
5. Apa saja fungsi penciptaan manusia dalam alam semesta?
BAB II PEMBAHASAN (ALAM SEMESTA DALAM PARADIGMA FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM)
A. PENGERTIAN PARADIGMA
Paradigma adalah daftar semua bentukan dari sebuah kata yang memperlihatkan konjugasi dan deklinasi kata atau model dulu teori ilmu pengetahuan atau bisa juga diartikan kerangka berpikir. Pengertian paradigma menurut kamus filsafat adalah :
1. Cara memandang sesuatu.
2. Model, pola, ideal dalam ilmu pengetahuan. Dari model-model ini fenomena dipandang dan dijelaskan.
3. Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan atau mendefinisikan suatu study ilmiah kongkrit dan ini melekat di dalam praktek ilmiah pada tahap tertentu.
4. Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem riset.
Dalam “The structure of Science Revolution”, Kuhn menggunakan paradigma dalam dua pengertian. Di satu pihak paradigma berarti keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat ilmiah tertentu. Di pihak lain paradigma menunjukan sejenis unsur dalam konstelasi itu dan pemecahan teka-teki yang kongkrit yang jika digunakan sebagai model, pola, atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang eksplisit sebagai dasar bagi pemecahan permasalahan dan teka-teki normal sains yang masih tersisa. Paradigma merupakan suatu keputusan yudikatif dalam hukum yang tidak tertulis.
Secara singkat pengertian pradigma adalah Keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai dan teknik yang dimiliki suatu komunitas ilmiah dalam memandang sesuatu (fenomena). Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh.
B. PENGERTIAN ALAM SEMESTA
Menurut kamus besar bahasa Indonesia alam adalah: 1) segala yag ada dilangit dan dibumi (seperti bumi, bintang, kekuatan); 2) lingkungan kehidupan, 3) segala sesuatu yang termasuk di satu lingkungan (golongan dan sebagainya) dan dianggap sebagai suatu keutuhan. 4) segala daya (gaya, kekuatan, dan sebagainya) yang menyebabkan terjadinya dan seakan-akan mengatur segala sesuatu yang ada didunia ini. 5) yang bukan buatan manusia. 6) semesta. 7) kerajaan, daerah, negeri. Menurut kamus besar bahasa Indonesia semesta adalah 1) seluruh, segenap, semuanya; semua yang ada di alam. 2) sluruh dunia, universal.
Pengertian alam menggambarkan sesuatu yang nyata, sederhana, dan terbuka untuk diamati. Alam: dunia atau alam semesta. Sedangkan pengertian alam semesta di kamus agama Islam yang dikarang oleh Sudarsono adalah langit, bumi, dan segala isinya, kejadian alam semesta ini termasuk adanya manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, malaikat, jin, setan dan sebagainya adalah hasil ciptaan Allah.
Ada dua pendapat lain tentang alam semesta. Yang pertama menganggap bahwa alam semesta merupakan kenyataan terakhir (the Ultimate Reality) dan tidak ada sesuatu apapun diluar dirinya. Sedang yang kedua (Spritualisme Panteistik) menganggap alam semesta sebagai cermin Tuhan yang tidak sempurna.
Sistem tata surya kita, terbukti hanya merupakan satu dari lebih kurang 200.000.000.000 (20 milyar) sistem tata surya di dalam galaksi kita, Bima Sakti; sedangkan galaksi kita sendiri juga hanyalah satu galaksi di alam raya ini. Alam semesta sendiri mengandung 200 milyar galaksi. Teleskop-teleskop yang sangt kuat telah berhasil menangkap cahaya yang berasal dari galaksi-galaksi yang jaraknya milyaran tahun cahaya dari bumi. Jauhnya jarak itu barangkali tidak dapat dibayangkan oleh kemampuan imajinasi manusia yang masih terbatas, bila kita ingat bahwa dalam 1,3 detik cahaya dapat menempuh jarak bumi-bulan (lebih kurang 400.000 km). dan ini baru satu universe. Dengan mengetahui kenyataan ini, mungkin kita dapat menyadari, betapa kecilnya kita, manusia ini, makhluk yang paling adikuasa di bumi. Betapa tak berartinya kita, meskipun telah mencapai kemampuan dan kemajuan yang baru saja kita bahas, dibandingkan dengan kesesmetaan alam raya yang begitu mempesona.
C. ALAM SEMESTA DALAM PARADIGMA FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Sering kali gelora dan semangat eksplorasi ilmiah yang menggebu-gebu membuat manusia lupa akan ekosistem yang sudah teratur baik, yang merupakan penunjang bagi eksistensinya sejak awal kehadirannya di bumi sampai sekarang. Oleh karena itu, sedikit renungan akan dinamika alam mungkin akan bermanfaat sebagai salah satu unsur pelengkap dalam kita berfilsafat. Menurut teori ledakan besar (Big Bang Theory) yang mencoba menerangkan terciptanya alam semesta ini, matahari-matahari (benda-benda langit yang mengeluarkan cahaya sendiri dan posisinya relative tidak berubah karena relative tidak bergerak), yang juga dinamakan bintang sejati, terbentuk sebagai pecahan yang dilontarkan terlepas dari gumpalan massa yang besar sekali pada waktu terjadinya ledakan itu, kurang-lebih 10-20 milyar tahun yang lalu.
Masalah alam semesta raya dalam Islam, adalah berdasarkan dengan firman Allah SWT: “yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang karena itu lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang . Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihtanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah. Sesungguhnya kami telah menghiasi langit dunia dengan bintang-bintang dan kami jadikan bintang-bintang dan kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang bernyala-nyala” (Al-Quran, Surah Al Mulk, ayat 3-5).
Zaman manusia saat ini telah mengarungi ruang angkasa luas, sudah terjadi-jadinya bulan buatan, dan stasiun-stasiun di udara. Ia tetap menjadi perangsang untukberiman kepada yang gaib, dan menjadi contoh yang paling tinggi bagi kelemahan manusia untuk berhadapan dengan “kodrat Ilahi Yang Maha Besar”.
“Tata surya kita” dalam “sistem orbit matahari” menurut pandangan Islam, mempunyai pandangan yang lebih luas lagi, sebab apa yang dikatakan langit bukannya hanya langit yang dalam istilah kebendaan (majasi) saja, tetapi ia mempunyai arti langit-langit yang lebih suci (langit-langit dalam arti ma’nawi atau dalam arti hakiki). Begitu juga mengenai masalah galaksi-galaksi dan Alam Semesta Raya seluruhnya. Sehingga menerbitkan pengertian kepada kita bahwa betapa maha agungNya Allah, sebagai Tuhan pencipta dan pemelihara alam semesta raya ini. Dan menanamkan pengertian kepada kita, betapa kecilnya diri kita ini sebagai makluk Tuhan. Sebab setelah kita ketahui rupanya masih banyak lagi ciptaan-ciptaan Tuhan yang besar-besar seperti matahari dan bintang-bintang yang jumlahnya tiada terkira dan ternyata. “Memang Tuhan sungguh Maha Besar dan Esa”.
D. TUJUAN TERCIPTANYA ALAM SEMESTA
Tujuan Tuhan menciptakan alam, kata Ibn Arab adalah agar Dia bisa melihat diri-Nya sendiri dalam suatu bentuk yang dengan itu nampak jelas asma dan sifatnya. Tuhan tidak terpisah dari dunia, ia adalah jiwa dunia, dan kita semua memiliki sebagian dari api Ilahi. Segala sesuatu adalah bagian dari satu system tunggal, yang disebut alami, kehidupan individu adalah baik jika selaras dengan alam. Dari segi tertentu, setiap kehidupan dalam keadaan selaras dengan alam. Dari segi tertentu, setiap kehidupan dalam keadaan selaras dengan alam, sebab hukum alamiah yang melahirkannya.
Pembahasan tentang alam semesta bertujuan mengingatkan kita semua agar tidak melupakan alam lingkungan tempat kita hidup.
Zat yang sifatnya paling umum tentu memilki realitas yang paling tinggi. Zat yang demikian itu adalah alam semesta. Alam adalah keseluruhan realitas. Oleh karena itu hakikat alam adalah satu, Esa. Tetapi di dalam esa itu dibedakan 4 bentuk, yaitu:
a) Alam yang menciptakan. Tetapi yang sendiri tidak diciptakan. Alam yang esa serta sempurna ini adalah Allah. Satu-satunya realitas, yang adalah hakikat segala sesuatu, yang jauh melebihi segala penentuan bahkan yang mengatasi segala “yang ada”.
b) Alam menciptakan, tetapi yang sendiri menciptakan.
c) Alam yang diciptakan, tetapi yang sendiri tidak menciptakan tekanan.perealisasian segala sesuatu di dalam dunia yang tampak ini.
d) Alam yang tidak diciptakan. Alam disini dipandang sebagai tujuan terakhir segala sesuatu, pengaliran kembali (remanasi) yang mengikuti pengaliran keluar (emanasi).
E. FUNGSI PENCIPTAAN MANUSIA DALAM ALAM SEMESTA
Manusia adalah makhluk Tuhan yang dicptakan dengan bentuk raga yang sebaik-baiknya (Q.S. At Tiin/95:4) dan rupa yang seindah-indahnya (Q.S. At Taghrabun/64:3) dilengkapi dengan berbagai organ psikofisik yang istimewa seperti panca indera dan hati (Q.S, An Nahl/6:78) agar manusia bersyukur kepada Allah yang telah menganugerahi keistimewaan-keistimewaan itu. Secara lebih rinci keistimewaan-keisti-mewaan yang dianugerahkan Alllah kepada manusia antara lain adalah kemampuan berpikit untuk memahami alam semesta (Q.S, Ar Ra’d/13:3) dan dirinya sendiri (Q.S, Ar-Rum/30:20-21), akal untuk memahami tanda-tanda keagungan_nya (Q.S, Al Hajj/22:46), nafsu yang paling rendah (Q.S, Yusuf/12:53) sampai yang tertinggi kalbu untuk mendapatkan cahaya tertinggi (Q.S, Al Fajr/89:27-30), dan ruh yang kepadanya Allah SWT mengambil kesaksian manusia (Q.S, Al ‘Araa/7:72-74). Dalam Alquran dinyatakan bahwa Alllah SWT menciptakan manusia bukan secara main-main (Q.S, Al Mu’minuun/23:115), melainkan dengan suatu tujuan dan fungsi. Secara global tujuan dan fungsi penciptaan manusia itu dapat diklasifikasikan kepada dua, yaitu:
1. Khilafah
Salah satu implikasi terpenting dari kehalifahan manusia di muka bumi ini adalah pentingnya kemapuan untuk memahami alam semesta tempat ia hidup dan menjalankan tugasnya. Manusia memiliki kemungkinan untuk hal inidikarenakan kepadanya dianugerahkan Allah berbagai potensi. Di samping itu, alam semesta ini beserta apa-apa yang ada didalamnya adalah ciptaan Allah SWT untuk kepentingan ummat manusia secara keseluruhan (Q.S, Al Baqarah/2:29, An Nahl/16:8081, Luqman/31:20, Al Mulk/67:15). Karenanya merupakan tanggung jawabmoral manusia untuk mengolah dan memanfaatkan seluruh sumber-sumber yang tersedia di ala mini guna memenuhi keperluan hidupnya. Demikianpun perlu disadari bahwa kewenangan manusia untuk memanfaatkan alam semesta harus didasarkan kepada garis yang telah ditetapkan Allah SWT dan tidak boleh menyalahinya. Seperti tidak boleh merusak alam, tidak boleh mengeksploitasinya untuk kepentingan individu atau golongan, tidak boleh memanfaatkannya secara berlebih-lebihan dan hal-hal yang destruktif lainnya.
2. ‘Abd (Pengabdi Allah)
Secara luas, konsep ‘Abd sebenarnya meliputi seluruh aktivitas manusia dalam hidupnya. Islam menggariskan bahwa seluruh aktivitas seorang hamba selama ia hidup di alam semesta ini dapat dinilai sebbagai ibadah manakala aktivitas itu memang ditujukan semata-mata hanya untuk mencari ridha Allah SWT. Dalam konteks ini, manusia harus memahami bahwa sifat-sifat itu diberikan Tuhan adalah sebagai amanah,yaitu tanggung jawab yang besar yang pada suatu saat akan diminta pertanggung jawabannya dihadapan Allah SWT. Untuk itu, manusia harus mendayakan gunakan potensi yang dianugerahkan kepadanya secara bertanggung jawab dalam rangka merealisasikan tujuan dan fungsi penciptaannya di ala mini, baik sebagai ‘abd maupun khilafah fi al-ardl.
Manusia, sebagai salah satu bagian alam raya, dengan potensi kreatif yang sudah menjadikannya seperti “setengah dewa” karena membawanya kepada kemampuanteknologi tinggi untuk mengendalikan dan memanfaatkan alam sekitarnya supaya mendatangkan kesejahteraan bagi hidupnya, sampai saat ini tetap belum dapat mengendalikan gejolak-gejolak bagian lainnya, yaitu bumi dengan segala komponen dan unsurnya. Manusia baru sampai pada taraf mampu meramalkan (dengan banyak koreksi) kemungkinan datangnya gejolak-gejolak itu sehingga dapat berikhtiar untuk mengurangi kerugian yang akan diakibatkannya; sedangkan usaha untuk membatalkan terjadinya bencana-bencana itu masih jauh dari memberikan hasil yang memuaskan.
Dari sudut pandangan yang lebih cerah kita melihat bahwa manusia sebenarnya sudah sangat maju dalam daya upaya memanfaatkan gejolak-gejolak alam itu sehingga, sebaliknya dari mendatangkan bencana, beberapa komponen dan unsure alam tersebut justru mendatangkan kesejahteraan. Dan ini dimungkinkan oleh adanya perwujudan dimensi kreatif manusia!.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press. 2005

Armsrong, Ammatullah. Kunci Memasuki Dunia Tasawuf. Bandung: Mizam Media Utama. 1996

Buika. Dunia Ingin Diselamatkan. Jakarta: Buika. 1982

Cooper, John. Ronald L. Nettier dan Mohamed Mahmoud. Pemikiran Islam (dari Sayyid Akhmad Khan hingga Nasr Hamid Abu Zayd). Jakarta: Erlangga. 2002

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 2002

Mulyadi. Memahami hakikat Tuhan, alam,dan manusia. Jakarta: Nazar religious. 2007

R. Semiawan, Conny, I Made Putrawan, dan I Setiawan. Dimensi Kreatif Dalam Filsafat Ilmu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2004

Russell, Bertrand. Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2002

Sudarsono. Kamus Agama Islam. Jakarta: Rineka Cipta. 2003

Sudarsono. Ilmu Filsafat suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta. 2008

Jumat, 23 Oktober 2009

pengertian bimbingan dan konseling

MAKALAH BIMBINGAN DAN KONSELING
TENTANG PENGERTIAN BIMBINGAN DAN KONSELING
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK II
1. Ade dewinta NIM: 0711004
2. Hendri Sarmada NIM: 0711021
3. Rabian Syahbana NIM: 0711059
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Didalam keseluruhan proses pendidikan setidaknya ada 3 (tiga) komponen pokok yang paling menunjang dan harus dilaksanakan dalam pendidikan yaitu: program yang baik, administrasi dan supervisi yang lancar, serta pelayanan bimbingan yang terarah. Dari sini jelas bahwa bimbingan dan konseling mempunyai peran yang cukup penting didalam proses pendidikan. Sebagai salah satu komponen penunjang pendidikan, bimbingan dan konseling mempunyai posisi kunci didalam kemajuan atau kemunduran pendidikan. Mutu pendidikan ikut ditentukan oleh bagaimana bimbingan dan konseling itu dimanfaatkan dan dioptimalkan fungsinya dalam pendidikan, khususnya institusi sekolah.
Bimbingan dan konseling merupakan suatu layanan yang memberikan suatu pengembangan yang efektif kepada setiap individu yang berkaitan dengan pengembangan ketrampilan, pengetahuan, dan sikap dalam bidang pribadi-sosial, akademik, dan karir yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas-tugas perkembangan setiap individu. Setiap individu perlu mengembangkan diri nya supaya lebih dapat menggali potensi yang ada dalam dirinya untuk memperoleh hasil yang maksimal di masa yang akan datang.
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dari seorang yang ahli, namun tidak sesederhana itu untuk memahami pengertian dari bimbingan. Pengertian tetang bimbingan formal telah diusahakan orang setidaknya sejak awal abad ke-20, yang diprakarsai oleh Frank Parson pada tahun 1908. Sejak itu muncul rumusan tetang bimbingan sesuai dengan perkembangan pelayanan bimbingan, sebagai suatu pekerjaan yang khas yang ditekuni oleh para peminat dan ahlinya. Pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli memberikan pengertian yang saling melengkapi satu sama lain.
Bimbingan dan konseling yang merupakan pelayanan dari, untuk, dan oleh manusia memiliki pengertian-pengertian yang khas. Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada individu dengan menggunakan berbagai produser, cara dan bahan agar individu tersebut mampu mandiri dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Sedangkan konseling merupakan proses pemberian bantuan yang didasarkan pada produser wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
BAB II PEMBAHASAN (PENGERTIAN BIMBINGAN DAN KONSELING)
A. PENGERTIAN BIMBINGAN
Menurut kamus bahasa Indonesia Bimbingan adalah petunjuk (penjelasan) cara mengerjakan sesuatu: tuntunan: pemimpin. Bimbingan merupakan terjemahan dari “Guidance” dalam bahasa inggris. Secara harfiah istilah “Guidance” dari kata “guide” berarti: (1) mengarahkan (to direct), (2) memandu (to pilot), (3) mengelola (to manage), dan (4) menyetir (to sterer). Banyak pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya sebagai berikut:
Donald G. mortensen dan Alan M. scmuller (1976) mengemukakan bahwa: “Guidance may be definedas that part of the total educational program that helps provide the personal oppurtunities and specialized staff services by which each individual can develop to the fullest of his abilities and capacities in terms of the democratic idea”.
Sheetzer dan Stone (1971:40) mengartikan bimbingan sebagai “…process of helping an individual to understand himself and his world (proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu memahami diri dan lingkungannya)”.
Sunaryo Kartadinata (1998:3) mengartikan sebagai “proses membantu Ibndividu untuk mencapai perkembangan optimal”. Sementara Roshman Natawidjaja (1987:37) mengartikan bimbingan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya, sehingga dia sanggup menarahkan dirinya dan bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntunan kehidupan pada umumnya. Dengan demikian dia akan dapat menikmati kebahagiaan hidupnya, dan dapat member sumbangan yang berarti kepada hidupnya, dan dapat member sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat pada umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri sendiri optimal sebagai makhluk sosial.
Peraturan pemerintah no 29 tahun 1990 tentang pendidikan menengah dikemukakan bahwa 'bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan'.
B. PENGERTIAN KONSELING
Menurut kamus bahasa Indonesia konseling adalah (1) pemberian bimbingan oleh yang ahli kepada seseorang dengan menggunakan metode psikologi dan sebagainya; pengarahan; (2) pemberian bantuan oleh konselor kepada konseli sedemikian rupa sehingga pemahaman terhadap diri sendiri meningkat dalam memecahkan berbagai masalah. Secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa Latin, yaitu “consilium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam bahasa Anglo-saxon. Istilah konseling berasal dari “sellan” yang berarti “menyerahkan” atau “menyampaikan”.
Robinson (M. surya dan Rochman N., 1986:25) mengartikan konseling adalah “semua bentuk hubungan antara dua orangt, dimana yang seorang, yaitu klien dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya”. Suasana hubungan konseling ini meliputi, penggunaan wawancara untuk memperoleh dan memberikan berbagai informasi, melatih atau mengajar, meningkatkan kematangan, memberikan bantuan melalui pengambilan keputusan dan usaha-usaha penyembuhan. Shertzer dan Stone (1980) telah membahas berbagai definisi yang terdapat di dalam literature tentang konseling. Dari hasil bahasannya itu, mereka sampai pada kesimpulan bahwa: “Conseling is an process which facilitates meaning understanding of self and environment and result in the establishment and / or clarification of goals and values of future behavior”. ASCA (American School Counselor Assocation) mengemukakan bahwa: konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan kliennya mengatasi masalah-masalahnya.
C. HUBUNGAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Konsepsi bimbingan dan konseling ternyata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pada awalnya istilah “bimbingan” berdiri sendiri da tidak mengandung di dalamnya pengertian konseling. Pada periode berikutnya istilah bimbingan dan konseling dipakai secara kebersamaan dan yang satu memuat yang lain. Pada perkembangan yang lebih lanjut istillah konselingberdiri sendiri dan sekaligus ia memuat pengertian bimbingan.
Hubungan bimbingan dan konseling sangat erat apalagi dalam hal pendidikan. Peran bimbingan dan konseling dalam meningkatkan mutu pendidikan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tidak hanya terbatas pada bimbingan yang bersifat akademik tetapi juga sosial, pribadi, intelektual dan pemberian nilai. Dengan bantuan bimbingan dan konseling maka pendidikan yang tercipta tidak hanya akan menciptakan manusia-manusia yang berorientasi akademik tinggi, namun dalam kepribaian dan hubungan sosialnya rendah serta tidak mempunyai sistem nilai yang mengontrol dirinya sehingga yang dihasilkan pendidikan hanyalah robot-robot intelektual, dan bukannya manusia seutuhnya. Dengan adanya bimbingan dan konseling maka integrasi dari seluruh potensi ini dapat dimunculkan sehinga keseluruhan aspek yang muncul, bukan hanya kognitif atau akademis saja tetapi juga seluruh komponen dirinya baik itu kepribadian, hubungan sosial serta memiliki niali-nilai yang dapatdijadiakn pegangan.
Jadi, dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa peran bimbingan dan konseling didalam meningkatkan mutu pendidikan terletak pada bagaiaman bimbingan dan konseling itu membangun manusai yang seutuhnya dari dberbagai aspek yang ada didadalam diri peserta didik. Karena seperti diawal telah dijelaskan bahwa pendidikan yang bermutu bukanlah pendidikan yang hanya mentransformasikan ilmu pengetahuan dan teknologi saja tetapi juga harus meningaktkan profesionalitas dan sistem manjemen, dimana kesemuanya itu tidak hanya menyangkut aspek akademik tetapi juga aspek pribadi, sosial, kematangan intelektual, dan sistem nilai. Peran BK dalam keempat aspek inilah yang menjadikan bimbingan konseling ikut berperan dalam peningkatan mutu.
Sesuai dengan tingkat perkembangan budaya manusia, muncullah kemudian upaya-upaya bimbingan yang selanjutnya disebut bimbingan formal. Bentuk, isi dan tujuan, serta aspek-aspek penyelenggaraan bimbingan (dan konseling) formal itu memiliki rumusan yang nyata. Bentuk nyata dari gerakan bimbingan (dan konseling) yang formal berasal dari Amerika Serikat yang telah dimulai perkembangannya sejak Frank Parson mendirikan sebuah badan bimbingan yang disebut Vocational Bureau di Boston pada tahun 1908. Badan itu selanjutnya diubah namanya menjadi Vocational Guidance Bureau (Jones, 1951). Usaha Parson inilah yang menjadi cikal-bakal pengembangan gerakan bimbingan (dan konseling) di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Oleh sebab itu, dalam rangka lebih memahami pengertian bimbingan (dan konseling) perlu ditinjau pengertian bimbingan (dan konseling) secara lebih luas untuk dijadikan pangkal tolak bagi pembahasan seluk beluk bimbingan dan konseling lebih jauh.
Konsep bimbingan dan konseling perkembangan mengandung implikasi bahwa target layanannya menjadi tidak sebatas individu saja, melainkan akan tertuju kepada semua individu dalam berbagai kehidupan di dalam masyarakat. Perkembangan yang sehat atau optimal dalam pengembangan perilaku efektif harus terjadi pada setiap diri individu dalam berbagai tatanan lingkungan. Dengan demikian bimbingan dan konseling menjadi terarah kepada upaya membantu indvidu untuk lebih menyadari dirinya dan cara-cara ia merespon lingkungannya, mengembangkan kebermaknaan pribadi dalam perilakunya dan mengembangkan serta mengklasifikasi perangkat tujuan dan nilai-nilai perilaku pada masa yang akan datang. Strategi layanan bimbingan dan konseling menjadi terarah kepada upaya menata dan menciptakan ekologi perkembangan atau lingkungan belajar yang memfasilitasi perkembangan individu.
Miller (1961) dalam Surya (1988), menyatakan bahwa bimbingan merupakan proses bantuan terhadap individu untuk menyampai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum kepada sekolah (dalam hal ini termasuk madrasah), keluarga dan masyarakat. Konseling adalah sebuah penemuan abad ke-20 yang indah. Saat ini, kita hidup dalam dunia yang kmpleks, sibuk, dan terus berubah. Di dunia ini, ada banyak pengalaman yang sulit dihadapi oleh seseorang.
Hubungan bimbingan dan konseling pelayanan dapat juga disebut sebagai Bantuan untuk peserta didik baik individu / kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal dalam hubungan pribadi sosial belajar, karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung atas dasar norma-norma yang berlaku.
D. LANDASAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Bimbingan dan konseling mempunyai enam landasan yang terdiri dari landasan filosofis, landasan religious, landasan psikologis, landasan sosial budaya, landasan ilmiah dan teknologi, dan landasan pedagogis.
1. Landasan filosofis
Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi serangkaian kegiatan atau tindakan yang semuanya diharapkan merupakan tindakan yang bijaksana. Untuk itu diperlukan pemikiran filosofis tentang berbagai hal yang bersangkut-paut dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Pemikira dan pemahaman filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya, dan bagi konselor pada khususnya, yaitu membantu konselor dalam memahami situasi konselingdan dalam filosofis juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri lebih mantap, lebih fasilatif, serta lebih efektif dalam penerapan upaya pemberian bantuannya (Belkin, 1975). Disin akan diuraikan beberapa pemikiran filosofis yang selalu terkait dalam pelayanan bimbingan dan konseling, yaitu tentang hakikat manusia, tujuan dan tugas kehidupan.
2. Landasan Religius
Dalam pembahasan lebih lanjut tentang landasan religious bagi layanan bimbingan dan konseling perlu ditekankan tiga hal pokok, yaitu:
(a) Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk Tuhan,
(b) Sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan kea rah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama, dan
(c) Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dan meneguhkan keidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah individu.
3. Landasan psikologis
Landasan psikologis dalam bimbingan dan konselingberarti memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Hal ini sangat penting karena bidang garapan bimbingan dan konseling adalah tingkah laku pasien, yaitu tingkah laku klien yang perlu diubah atau dikembangkan apabila ia hedak magatasi masalah-masalah yang dihadapinya atau ingin mencapai tujuan-tujuan yang dikehendakinya.
Untuk keperluan bimbingan dan konseling sejumlah daerah kajian dalam bidang psikologis perlu dikuasai, yaitu tentang:
(1) Motif dan motivasi,
(2) Pembawaan dasar dan lingkungan,
(3) Perkembangan dan individu,
(4) Belajar, balikan dan penguatan, dan
(5) Kepribadian.

4. Landasan Sosial Budaya
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak pernah dapat hidup seorang diri. Dimana pun dan bilamana pun manusia hidup senantiasa membentuk kelompok hidup terdiri dari dari sejumlah anggota guna menjamin baik keselamatan, perkembangan, maupun keturunan. Dalam kehidupan berkelompok itu, manusia harus mengembangkan ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing individu sebagai anggota demi ketertiban pergaulan sosial mereka. Ketentuan-ketentuan itu biasanya berupa perangkat nilai, norma sosial maupun pandangan hidup yang terpadu dalam system budaya yang berfungsi sebagai rujukan hidup para pendukungnya. Rujukan itu, melebihi proses belajar, diwariskan kepada generasi penerusyang akan melestarikannya. Karena itu masyarakat dan kebudayaan itu sesungguhnya merupakan dua sisi dari mata uang yang sama (Budhi Santoso, 1992), yaitu generasi tua sebagai pewaris dan sisi generasi muda sebagai penerus.
5. Landasan ilmiah dan teknologi
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan professional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangan-pengembangan pelayanan itu secara berkelanjutan.
6. Landasan pedagogis
Pada bagian ini pendidikan akan ditinjau sebagai landasan bimbingan dan konseling dari tiga segi, yaitu pendidikan sebagai upaya pengembangan manusia dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan, pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling, dan pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan pelayanan bimbingan dan konseling.
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dari seorang yang ahli, namun tidak sesederhana itu untuk memahami pengertian dari bimbingan. Pengertian tetang bimbingan formal telah diusahakan orang setidaknya sejak awal abad ke-20, yang diprakarsai oleh Frank Parson pada tahun 1908.
konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan kliennya mengatasi masalah-masalahnya.
Hubungan bimbingan dan konseling sangat erat apalagi dalam hal pendidikan. Peran bimbingan dan konseling dalam meningkatkan mutu pendidikan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tidak hanya terbatas pada bimbingan yang bersifat akademik tetapi juga sosial, pribadi, intelektual dan pemberian nilai. Dengan bantuan bimbingan dan konseling maka pendidikan yang tercipta tidak hanya akan menciptakan manusia-manusia yang berorientasi akademik tinggi, namun dalam kepribaian dan hubungan sosialnya rendah serta tidak mempunyai sistem nilai yang mengontrol dirinya sehingga yang dihasilkan pendidikan hanyalah robot-robot intelektual, dan bukannya manusia seutuhnya.
Bimbingan dan konseling mempunyai enam landasan yang terdiri dari landasan filosofis, landasan religious, landasan psikologis, landasan sosial budaya, landasan ilmiah dan teknologi, dan landasan pedagogis.
B. SARAN
Berkaitan dengan pembahasan makalah ini, maka pemakalah sekaligus menyarankan agar: Melalui pembahasan makalah ini, pemakalah mengharapkan dari semua pihak, terutama aktifis STAIN SAS Bangka-Belitung untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun. Agar kedepannya makalah yang dibuat akan menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 2002

Mc Lead, John. Pengantar Konseling Teori Dan Studi Kasus (Edisi Ketiga). Jakarta: Prenada Media Group, 2003

Prayitno dan Erman Amti. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta: rineka cipta. 2004

Tohirin. Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Dan Madasah (Bebasis Integrasi). Jakarta: PT Raja Grafindo persada. 2007

Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsa., Landasan bimbingan dan konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2006

Anonimus. “ Bimbingan dan Konseling”. (online) avaible: http://my.opera.com/DR_TM/blog/index.dml/tag/BIMBINGAN%20DAN%20KONSELING (diakses padatanggal 9 Oktober 2009)

Anonimus. “Bimbingan dan Konseling”. (online) avaible: http://karimanurfitria.blog.friendster.com/2009/02/bimbingan-konseling-perkembangan_punya-karima_/ (diakses pada tanggal 9 Oktober 2009)

Anonimus. “Pengertian Bimbingan”. (online) avaible: http://eko13.wordpress.com/2008/03/16/pengertian-bimbingan/ (diakses pada tanggal 9 Oktober 2009)

Anonimus. “Peran BK dalam meningktakan mutu pendidikan”. (online) avaible: http://luthfis.wordpress.com/2008/04/21/peran-bk-dalam-meningkatkan-mutu-pendidikan/ (diakses pada tanggal 9 Oktober 2009)

Anonimus. “NT”. (online) avaible: http://winithepooh.multiply.com/journal/item/7 (diakses pada tanggal 9 Oktober 2009)

pendidikan islam pada masa bani umayyah

MAKALAH SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

TENTANG: PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYYAH

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK III

1. Imam Wahyudin NIM: 0711027

2. Rabian Syahbana NIM: 0711059

BAB I PENDAHULUAN

Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali ibn Abi Thalib, maka lahirlah kekuasan bani Umayyah. Pada periode Ali dan Khalifah sebelumnya, pola kepemimpinan masih mengikuti keteladanan Nabi. Para khalifah dipilih melalui proses musyawarah. Ketika mereka menghadapi kesulitan-kesulitan, maka mereka mengambil kebijakan langsung melalui musyawarah dengan para pembesar yang lainnya,

Hal ini berbeda dengan masa khulafaur rasyidin atau masa dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya, yang dimulai pada masa dinasti bani Umayyah. Adapun bentuk pemerintahannya adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan bersifat feodal (penguasaan tanah/daerah/wilayah, atau turun menurun. Untuk mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap otoriter, adanya unsure kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya musyawarah dalam pemilihan khilafah.

Umayyah berkuasa kurang lebih selama 91 tahun. Reformasi cukup banyak terjadi, terkait pada bidang pengembangan dan kemajuan pendidikan Islam. Perkembangan ilmu tidak hanya dalam bidang agama semata melainkan juga dalam aspek teknologinya. Sementara sistem pendidikan masih sama ketika Rasul dan khulafaur rasyidin, yaitu kuttab yang pelaksanaannya berpusat di masjid.[1]

A. RUMUSAN MASALAH

Untuk mengetahui tentang pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah, kita harus mengetahui beberapa masalah diantaranya:

a. Bagaimana latar belakang sosial politik pada masa bani Umayyah?

b. Seperti apa perkembangan lembaga pendidikan islam pada masa bani umayyah?

c. Apa saja madrasah/universitas pada masa bani Umayyah?

d. Siapa saja tokoh-tokoh pendidikan pada masa bani umayyah?

BAB I PENDAHULUAN

Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali ibn Abi Thalib, maka lahirlah kekuasan bani Umayyah. Pada periode Ali dan Khalifah sebelumnya, pola kepemimpinan masih mengikuti keteladanan Nabi. Para khalifah dipilih melalui proses musyawarah. Ketika mereka menghadapi kesulitan-kesulitan, maka mereka mengambil kebijakan langsung melalui musyawarah dengan para pembesar yang lainnya,

Hal ini berbeda dengan masa khulafaur rasyidin atau masa dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya, yang dimulai pada masa dinasti bani Umayyah. Adapun bentuk pemerintahannya adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan bersifat feodal (penguasaan tanah/daerah/wilayah, atau turun menurun. Untuk mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap otoriter, adanya unsure kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya musyawarah dalam pemilihan khilafah.

Umayyah berkuasa kurang lebih selama 91 tahun. Reformasi cukup banyak terjadi, terkait pada bidang pengembangan dan kemajuan pendidikan Islam. Perkembangan ilmu tidak hanya dalam bidang agama semata melainkan juga dalam aspek teknologinya. Sementara sistem pendidikan masih sama ketika Rasul dan khulafaur rasyidin, yaitu kuttab yang pelaksanaannya berpusat di masjid.[2]

BAB II PEMBAHASAN (PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH)

A. LATAR BELAKANG SOSIAL POLITIK PADA MASA BANI UMAYYAH

Setelah pada tanggal 20 Ramadhan 40 H Ali ditikam oleh Ibnu Muljam, salah satu pengikut Khawarij, kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya (Hasan bin Ali) selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan ternyata sangat lemah, sementara pengaruh Muawiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjannjian damai. Perjanjian itu dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam suatu kepemimpinan politik, di bawah Muawiyah bin Abi Sufiyan. Di sisi lain perjanjian itu menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H, tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun Jama’ah (‘am al jama’ah). Dengan demikian telah berakhirlah masa Khulafa’ur Rasyidin dan dimulailah kekuasaan Bani Umayah dalam sejarah politik Islam.[3]

Muawiyyah adalah pendiri dinasti Umayyah, ia merupakan putra dari Abu Sufyan ibn Umayyah ibn Abdu Syam ibn Abd Manaf. Ibunya adalah Hidun binti Utbah ibn Rabiah ibn Abd Syan ibn Abd Manaf. Sebagai keturunan Abd Manaf, Muawiyah mempunyai hubungan kekerabatan dengan Nabi Muhammad. Ia masuk Islam pada hari penaklukkan kota Mekkah (Fathul Mekkah) bersama penduduk Mekkah lainnya. Ketika itu Muawiyyah berusia 23 tahun.

Mu’awiyah (memerintah661-680) adalah orang yang bertanggung jawab atas perubahan sistem. sukses kepemimpinannya dari yang bersifat demokratis dengan cara pemilihan kepada yang bersifat keturunan. Bani Umayyah berhasil mengokohkan kekhilafahan di Damascus selama 90 tahun (661-750). Pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damascus menandai era baru.[4]

Daulah Bani Umayyah mempunyai peranan penting dalam perkembangan masyarakat di bidang politik, ekonomi dan sosial. hal ini didukung oleh pengalaman politik Mu`awiyah sebagai Bapak pendiri daulah tersebut yang telah mampu mengendalikan situasi dan menepis berbagai anggapan miring tentang pemerintahannya.[5] M.Muawiyah bin Abu sufyan adalah seorang politisi handal di mana pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa khalifah Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih kekuasaan dari genggaman keluarga Ali bin Abi Thalib.[6]

Pada masa dinasti Umayyah politik telah mengalami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah (kepemimpinan), dibentuknya Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah (Ajudan), Organisasi Keuangan, Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha Negara.[7]

B. PERKEMBANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH

Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi,. Kajian ilmu yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir). Diantara ilmu-ilmu yang dikembangkannya, yaitu: kedokteran, filsafat, astronomi atau perbintangan, ilmu pasti, sastra, seni baik itu seni bangunan, seni rupa, amuoun seni suara.

Pada masa khalifah-khalifah Rasyidin dan Umayyah sebenarnya telah ada tingkat pengajaran, hampir sama seperti masa sekarang. Tingkat pertama ialah Kuttab, tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Al-Qur’an serta belajar pokok-pokok Agama Islam. Setelah tamat Al-Qur’an mereka meneruskan pelajaran ke masjid. Pelajaran di masjid itu terdiri dari tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat menengah gurunya belumlah ulama besar, sedangkan pada tingkat tingginya gurunya ulama yang dalam ilmunya dan masyhur ke’aliman dan kesalehannya.

Umumnya pelajaran diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang. Baik di Kuttab atau di Masjidpada tingkat menengah. Pada tingkat tinggi pelajaran diberikan oleh guru dalam satu halaqah yang dihadiri oleh pelajar bersama-sama.

Ilmu-ilmu yang diajarkan pada Kuttab pada mula-mulanya adalah dalam keadaan sederhana, yaitu:

a. Belajar membaca dan menulis

b. Membaca Al-Qur’an dan menghafalnya

c. Belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, shalat, puasa dan sebagainya.

Ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari:

a. Al-Qur’an dan tafsirannya.

b. Hadis dan mengumpulkannya.

c. Fiqh (tasri’).[8]

Pemerintah dinasti Umayyah menaruh perhatian dalam bidang pendidikan. Memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuan, para seniman, dan para ulama mau melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan kaderisasi ilmu. Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini adalah:

1. Ilmu agama, seperti: Al-Qur’an, Haist, dan Fiqh. Proses pembukuan Hadist terjadi pada masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat.

2. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.

3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segla ilmu yang mempelajari bahasa, nahu, saraf, dan lain-lain.

4. Budang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran.[9]

Ada dinemika tersendiri yang menjadi karakteristik pendidikan Islam pada waktu itu, yakni dibukanya wacana kalam (baca: disiplin teologi) yang berkembang ditengah-tengah masyarakat. Sebagaimana dipahami dari konstitusi sejarah Bani Umayyah yang bersamaan dengan kelahirannya hadir pula tentang orang yang berbuat dosa besar, wacana kalam tidak dapat dihindari dari perbincangan kesehariannya, meskipun wacana ini dilatarbelakangi oleh faktor-faktor politis. Perbincangan ini kemudian telah melahirkan sejumlah kelompok yang memiliki paradigmas berpikir secara mandiri.[10]

Pola pendidikan pada periode Bani Umayyah telah berkembang jika dilihat dari aspek pengajarannya, walaupun sistemnya masih sama seperti pada masa Nabi dan khulafaur rasyidin. Pada masa ini peradaban Islam sudah bersifat internasional yang meliputi tiga benua, yaitu sebagian Eropa, sebagian Afrika dan sebagian besar Asia yang kesemuanya itu dipersatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa resmi Negara.[11]

C. MADRASAH/UNIVERSITAS PADA MASA BANI UMAYYAH

Perluasan negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan, bahkan perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang turut bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah tersebar di kota-kota besar sebagai berikut:Di kota Mekkah dan Madinah (HIjaz). Di kota Basrah dan Kufah (Irak). Di kota Damsyik dan Palestina (Syam). Di kota Fistat (Mesir).

Madrasah-madrasah yang ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:

1) Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam Islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra. Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur seluruh negeri Islam.

2) Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.

3) Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an. Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli fiqh, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.

4) Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil. Mereka itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud. Bahkan mereka pergi ke Madinah.

5) Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib dan Andalusia. Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar pengaruh mazhab Syafi’I dan Maliki.

6) Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir lama). Ia ahli hadis dengan arti kata yang sebenarnya. Karena ia bukan saja menghafal hadis-hadis yang didengarnya dari Nabi S.A.W., melainkan juga dituliskannya dalam buku catatan, sehingga ia tidak lupa atau khilaf meriwayatkan hadis-hadis itu kepada murid-muridnya. Oleh karena itu banyak sahabat dan tabi’in meriwayatkan hadis-hadis dari padanya.[12]

Karena pelajar-pelajar tidak mencukupkan belajar pada seorang ulama di negeri tempat tinggalnya, melainkan mereka melawat ke kota yang lain untuk melanjutkan ilmunya. Pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah, pelajar Kufah melawat Syam, pelajar Syam melawat kian kemari dan begitulah seterusnya. Dengan demikian dunia ilmu pengetahuan tersebar seluruh kota-kota di Negara Islam.

D. TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN PADA MASA BANI UMAYYAH

Tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari ulama-ulama yang menguasai bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir, hadist, dan Fiqh. Selain para ulama juga ada ahli bahasa/sastra.

Ø Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir, yaitu: Mujahid, ‘Athak bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda’, Qatadah.

Pada masa tabi’in tafsir Al-Qur’an bertambah luas dengan memasukkan Israiliyat dan Nasraniyat,karena banyak orang-orang yahudi dan Nasraniyat, karena banyak orang-orang Yahudi dan Nasrani memeluk agama Islam. Di antara mereka yang termasyhur: Ka’bul Ahbar, Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Ibnu Juraij

Ø Ulama-ulama Hadist: Kitab bacaan satu-satunya ialah al-Qur’an. Sedangkan hadis-hadis belumlah dibukukan. Hadis-hadis hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut. Dari mulut guru ke mulut muridnya, yaitu dari hafalan uru diberikannya kepada murid, sehingga menjdi hafalan murid pula dan begitulah seterusnya. Setengah sahabat dan pelajar-pelajar ada yang mencatat hadist-hadist itu dalam buku catatannya, tetapi belumlah berupa buku menurut istillah kita sekarang.

Ulama-ulama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis-hadis ialah: Abu Hurairah (5374 hadist), ‘Aisyah (2210 hadist), Abdullah bin Umar (± 2210 hadist), Abdullah bin Abbas (± 1500 hadist), Jabir bin Abdullah (±1500 hadist), Anas bin Malik (±2210 hadist)

Ø Ulama-ulama ahli Fiqh: Ulama-ulama tabi’in Fiqih pada masa bani Umayyah diantaranya adalah:, Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin Qais, Masuruq Al-Ajda’,Al-Aswad bin Yazid

Kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakh’l (wafat tahun 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil As Sya’by (wafat tahun 104 H). sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahubn 120 H), guru dari Abu Hanafiah.[13]

Ø Ahli bahasa/sastra: Seorang ahli bahasa seperti Sibawaih yang karya tulisnya Al-Kitab, menjadi pegangan dalam soal berbahasa arab. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair Arab jahiliahpun muncul kembali sehingga bidang sastra arab mengalami kemajuan. Di zaman ini muncul penyair-penyair seperti Umar bin Abu Rabiah (w.719), Jamil al-uzri (w.701), Qys bin Mulawwah (w.699) yang dikenal dengan nama Laila Majnun, Al-Farazdaq (w.732), Jarir (w.792), dan Al akhtal (w.710). sebegitu jauh kelihatannya kemajuan yang dicapai Bani Umayyah terpusat pada bidang ekspansi wilayah, bahasa dan sastra arab, serta pembangunan fisik. Sesungguhnya dimasa ini gerakan-gerakan ilmiah telah berkembang pula, seperti dalam bidang keagamaan, sejarah dan filsafat. Dalam bidang yang pertama umpamanya dijumpai ulama-ulama seperti Hasan al-Basri, Ibnu Syihab Az-Zuhri, dan Wasil bin Ata. Pusat kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Basrah di Irak. Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah (w. 79\04/709) adalah seorang orator dan penyair yang berpikir tajam. Ia adalah orang pertama yang menerjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran, dan kimia.[14]

DAFTAR PUSTAKA

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. Ensiklopedia Islam 5. Jakarta: PT ichtiar Buru Van Hoeve. 1999

Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam (Menelusuri jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008

Susanto, Musyarifah. Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Kencana. 2004

Suwendi. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2004

Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT Hidakarya Agung. 1994

Anonimus. “Perkembangan Islam Pada Masa Bani”. (online) avaible: http://stit1a08.blogspot.com/2009/03/perkembangan-islam-pada-masa-bani.html (diakses pada tanggal 9 Oktober 2009)

Anonimus. “Kemunduran dan Kehancuran Daulah Bani Umayyah”. (online) avaible: http://jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/27/kemunduran-dan-kehancuran-daulah-bani-umayyah/ (diakses pada tanggal 9 Oktober 2009)

Anonimus. “NT”. (online) avaible: http://zanikhan.multiply.com/journal/item/1752 (diakses pada tanggal 9 Oktober 2009)

Anonimus. “Pendidikan Materi PAI”. (online) avaible: http://alwifaqih.tripod.com/pend/materi/pai_b_umayyah.html (diakses pada tanggal 9 Oktober 2009)



[1] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam (Menelusuri jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 53.

[2] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam (Menelusuri jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 53.

[3] Anonimus “Perkembangan Islam Pada Masa Bani”, (online) avaible: http://stit1a08.blogspot.com/2009/03/perkembangan-islam-pada-masa-bani.html, diakses pada tanggal 9 Oktober 2009.

[4] Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam 5, (Jakarta: PT ichtiar Buru Van Hoeve, 1999), hal. 132.

[5] Anonimus “Kemunduran dan Kehancuran Daulah Bani Umayyah”, (online) avaible: http://jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/27/kemunduran-dan-kehancuran-daulah-bani-umayyah/, diakses pada tanggal 9 Oktober 2009.

[6] Anonimus “NT”, (online) avaible: http://zanikhan.multiply.com/journal/item/1752, diakses pada tanggal 9 Oktober 2009.

[7] Anonimus “Pendidikan Materi PAI”, (online) avaible: http://alwifaqih.tripod.com/pend/materi/pai_b_umayyah.html, diakses pada tanggal 9 Oktober 2009.

[8] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1994), hal. 39-41.

[9] Musyarifah Susanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 41-42.

[10] Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 15.

[11] Samsul Nizar, op. cit., hal. 63.

[12] Mahmud Yunus, op. cit., hal. 34-39.

[13] Mahmud Yunus, op. cit., hal. 41-44.

[14] Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, op. cit., hal. 133-134.