Kamis, 16 Desember 2010

Pemikiran pembaharuan modern dalam islam: jihad dalam Persepektif al-qur’an



Pemikiran pembaharuan modern dalam islam
jihad dalam Persepektif al-qur’an
kartika sari (0711030)

PENDAHULUAN

Term jîhâd -- oleh banyak orang -- sering dieratkan dengan kekerasan. Oleh karena itu, term ini dijadikan indikasi penting, terutama oleh orientalis, dalam melihat Islam sebagai agama yang mengajarkan dan disebarkan dengan kekerasan, kemudian mucul jihaduphobia dan Islamuphobia. Pandangan itu tidak lepas dari pemaknaan secara pintas term jîhâd yaitu perjuangan. Maka kemudian ia dilinierkan dengan peperangan oleh karena, hampir semua orang selalu mengartikan perjuangan dengan peperangan. Selanjutnya dalam istilah peperangan ada istilah musuh, maka terjadilah distorsi pemaknaan jîhâd berikutnya yaitu jîhâd diartikan peperangan melawan musuh. makna ini terjadi -- di antaranya-- karena, salah kaprahnya penempatan bahasan jîhâd dalam kitab-kitab fiqh selalu ditemukan dan berisi bahasan perang dan hukum-hukumnya.
Tidak hanya distorsi pemaknaan, terdapat fakta tindakan –seperti pengeboman, penyerangan dan pengrusakan-- oleh sebgaian kaum muslimin -- diklaim sebagai tindakan dan gerakan jîhâd dengan simbol teriakan “Allahu Akbar”. Masalahnya adalah, sedah tepatkah jîhâd dimaknai dan diejawantah seperti itu? Pertanyaan ini penting dijawab lewat sumber Islam—al-Qur`an. Menempatkan al-Quran sebagai penjawab terdepan agar Islam tidak dilihat dari penganutnya tetapi dari sumbernya.

RUMUSAN MASALAH
1.      Jihad dalam perspektif Al-Qur’an?
2.      Apa keutamaan jihad?



JIHAD PERSPEKTIF AL-QUR`AN

Makna Jîhâd
Kata jîhâd terambil dari kata ja-ha-da, pada mulanya berarti sulit (masyaqqat) dan makna yang mendekatinya seperti al-juhd berarti kemampuan (al-Thaqat), dan al-imtihân berarti ujian. (Ibn Faris, Mu,jam Maqayis al-Lughat, 1991 M, jilid 1, hal. 486. bandigkan: al-Ashfahani, Mu,jam Mufradat Alfadh al-Quran: t.th., hal. 99; Ibn Mandhur: 1995, jilid III, hal. 133).
Arti etimologi ini mengisyaratkan bahwa jîhâd sangat erat dengan sesuatu yang sulit, susah, payah dan sejenisnya, sehingga menuntut kemampuan tertentu. Oleh karena itu, ia menjadi ujian bagi pelakunya. Al- Ashfahani mencontohkan ijtihâd yang berarti “memusatkan totalitas diri dengan mengerahkan kemampuan karena ijtihâd mengandung kesulitan dalam mengolah akal dan fikiran. Pengertian ini mengindikasikan bahwa nyaris tidak ada satu pun dari anasir kehidupan ini yang tidak memerlukan jîhâd oleh karena, tidak ada aktifitas kehidupan yang dapat dilakukan dengan mudah tanpa kesulitan.
Imam Ar - Roqib mengatakan jihad, adalah:
1.        Mencurahkan segala kesungguhan menghadapi hal-hal yang akan mencelakakan kita
2.        Mencurahkan segala kekuatan untuk menghadapi musuh yang akan mencelakakan kemaslahatan
    Menilik indikasi di atas, maka relevan jika al-Ashfahani mengemukakan luasnya maknajîhâd, sedikitnya dalam tiga jenis, yaitu jîhâd menghadapi musuh yang tampak; jîhâd menghadapi bujuk rayu syetan; dan jîhâd mengendalikan hawa nafsu. Jenis jîhâd oleh al-Ashfahani ini tergolong dalam jîhâd fisik dan non fisik.
Tampilan makna di atas memberikan pemahaman bahwa jîhâd adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mencapai sutau maksud tertentu, di mana maksud itu adalah suatu yang sulit dan mencakup setiap aspek kehidupan sehingga yang melakukannya pasti menemukan kesulitan yang meletihkan dan, oleh karena itu diperlukan kemampuan tertentu untuk mewujudkannya.
Jihad diungkap al-Quran
Term jîhâd berikut kata bentukannya diungkap 41 kali, tersebar dalam 19 surat al-Quran (Muhammad Fuad Abd al-Baqi: Mu’jam Mufahrats li Alfadh al-Quran, huruf jim, ha, dal). Dengan pengungkapan ini Al-Quran menjelaskan jîhâd dalam beberapa bentuk:[1]
1.      jîhâd bermakna suatu tindakan yang umum. Penjelasan ini dapat dilihat dari cirinya, di mana kata jîhâd sering digandengkan dengan kata ‘sabîlullâh’(baca: Q.s. 2:218, 4:94, 5:35;54, 8:72;74, 9:19;20;24;1;81, 49:15, 60:1, 61:11). Kata sabîl berarti al-tharîq yaitu hidayah yang dapat mengantarkan kepada Allah (ibn Mandhur, hal. 319).
Ciri keumuman makna ini diikuti dengan: bahwa nyaris ayat-ayat yang memuat term jîhâd tidak mempunyai objek, kecuali dua ayat yeng menyebut objeknya yaitu orang-orang kafir dan munafiq (Q.s.9:73, 25:52); bahwa banyak pengungkapan bentuk jîhâd berupa amwâl (harta) seperti sedekah (Q.s. 9:79), menyingkirkan kedhaliman (Q.s. 9:19), melaksanakan ibadah mahdlah (Q.s. 22:78), dan sebagainya.
2.      Jîhâd mempersyaratkan harus dalam hal yang diridlai Allah, karena Allah, dan sekadar kemampuan. Terdapat 15 (limabelas) ayat yang menunjukkan jîhâd dilakukan di jalan Allah (sabîlullâh). Ini menunjukkan bahwa jîhâd tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan. Bahkan menurut M. Quraish Shihab tidak boleh bertentangan dengan fitrah kemanusiaan (1996:506). Maka paksaan secara keras untuk melenceng dari jalan Allah, hatta oleh orang tua sekalipun, harus ditolak (Q.s. 31:15). Oleh karena tidak boleh betentangan dengan ridla Allah, maka jîhâd pasti dilakukan karena Allah dan mengharap rahmat dan kasih sayang-Nya (Q.s. 2:218). Berdasarkan ini, maka mujâhid tidak dituntut kecuali sekadar kemampuannya (Q.s. 8:79). Maka untuk ini semua, besar kecilnya, berjihad atau tidak, akibatnya atau ganjarannya berpulang kepada pelakunya (Q.s. 29:6).
3.      Jîhâd tanpa tangan kosong
Sejalan dengan bahwa jîhâd dapat secara fisik dan non fisik, sedikitnya ditemukan 9 (sembilan) ayat yang memuat rangkaian kata biamwâlihim wa anfusihim dan 6 (enam) ayat memuat kata hâjarû mendampingi term jîhâd (baca diantaranya: Q.s. 2:218, 9:20). Temuan ini menunjukan bahwa jîhâd bukan tindakan berlenggan badan tanpa ada apa yang dikorbankan. Artinya jîhâd bukan suatu tindakan dan tujuan yang dapat dicapai dengan tangan kosong. Maka jîhâd adalah pengorbanan. Oleh karena itu yang mampu berjihad akan memperoleh keutamaan ( Q.s. 4:95), kemenangan dan kebahagiaan (Q.s. 5:35, 16:88), pertolongan sesamanya (Q.s. 8:72), pengampunan (Q.s. 17: 110), dan digolongkan sebagai shâdiqûn (Q.s. 49:15).
Mengapa sedemikian besar yang dijanjikan Allah kepada mujahid? Karena memang berjihad melawan sifat kikir untuk mengeluarkan harta, menaklukkan hawa nafsu dalam diri, dan bahkan berjihad dengan hijrah meninggalkan sanak famili, harta benda, dan segala fasilitas tidak mudah dan sangat berat dan mempunyai nilai pengorbanan yang sangat tinggi. Untuk itu semua diperlukan kesabaran tingkat tingi. Itu sebabnya terdapat ayat yang mengandung penjelasana jîhâd yang demikian sejajar dengan kesabaran (Q.s. 17:11)[2].
4.      Jihad ujian bagi orang yang beriman
Salah satu makna jîhâd adalah ujian. Mujahid adalah orang yang menerima ujian Allah dan sekaligus penilaian Allah atas orang tersebut apakah termasuk orang yang sabar atau tidak (Q.s. 3:142, 47:31). Ayat ini berkorelasi kuat dengan ayat yang menggambarkan rincian ujian Allah kepada manusia. Allah memberikan ujian berupa ketakutan (rasa tidak aman), kelaparan, kekurangan harta, miskin jiwa, dan tidak adanya penunjang makanan berupa buah-buahan di mana kesmuanya itu memerlukan jîhâd oleh karena, sengat tidak mudah. Karena tidak mudah maka memerlukan kesabaran dan yang mampu sabar memperoleh kegembiraan (Q.s. 2:155).[3]
Beberapa penjelasan tebaran ayat al-Quran tentang jîhâd di atas memberi pemahaman bahwa jîhâd sama sekali tidak identik dengan perang. Di dalam al-Quran ada bahsan tersenidri tentang perang. Kalau begitu, apa hubungan jîhâd dengan perangan?
Hubungan Jîhâd dan Perang
Jika kita pahami pengertian etimologi jîhâd di atas, maka tidak ditemukan ada yang menunjuk kepada pengertian perang. Artinya jelas jîhâd tidak berarti perang. Tetapi ada qarînah yang menghubungkan kata jîhâd kepada peperangan, seperti sabîlullâh, anfus, aduw, dan kâfir. Pertanyaan yang sangat penting ialah: Apakah salah jika al-Quran memuat hal-hal yang berhubungan dengan perang? Apakah karena itu lalu Islam layak desebut agama yang disebarkan dengan kekerasan?
Ayat-ayat jîhâd yang ditengarai sebagai jîhâd berarti perang adalah Q.s. 9:72 dan Q.s. 25:52. Sebabnya karena ayat ini memuat objek yaitu kuffâr/kâfir. Tetapi jika di dalami, sesungguhnya ayat jîhâd dalam ayat ini tidak berarti perang. Ada beberapa argumentasi yaitu: pertama, ulama sepakat Q.s. 25:52 ini turun di Makkah, sementara izin perang dalam sejarah turunnya ketika Rasululah s.a.w. berada di Madinah. Itu artinya ayat di atas tidak beruhungan dengan angkat senjata tetapi berarti melawan orang kafir dengan al-Quran. Kedua, makna keumuman jîhâd dengan term sabîlullâh mendudukkan perang sebagai satu bentuk dari sekian banyak bentuk jîhâd fî sabilillâh. Ini dikuatkan oleh ketiga,ditemukan beberapa hadis bahwa jîhâd yang paling utama bukanlah perang, tetapi berupa hajjul mabrûr, jîhâd al-nafs, dan mengatakan yang hak di depan pengasa yang dhalim.
Perang diungkap al-Quran dengan term qitâl. Dengan beberapa bentuknya term ini ditemukan terulang 170 kali dalam 33 surat, tetapi ternyata tidak semuanya berarti perang. Ada yang berarti lain seperti bunuh (Q.s. 81:9), kutuk/siksa (Q.s. 85:4), dan sebagainya.
Izin perang di dalam al-Quran memuat beberapa prasyarat. Pertama, sebelum berperang harus diperhatikan kondisi musuh, apakah cenderung bersikeras berperang ataukah cenderung berdamai, jika cenderung berdamai, berdamailah (Q.s. 8:62). Menurut ayat ini, perang adalah tawaran dan pilihan terakhir. Kedua, perang boleh terjadi jika dalam rangka mengikis kedhaliman, menghilangkan gangguan musuh yang menyakitkan (fitnah), dan dalam rangka pembelaan kepada orang lemah tertindas (baca: Q.s. 22:40, 2:193;251, 4:75). Dan ketiga, berperang tidak melampaui batas (Q.s. 2:19) seperti membunuh wanita, anak kecil, orang tua, dan mengingkari perjanjian damai atau menyerang sepihak (Q.s. 8:58)
Dalam rangka melaksanakan izin perang seperti ayat di atas, para ulama mengemukakan hukum berperang. M. Quraish Shihab mengemukakan bahwa jîhâd membela negara selama musuh masih di luar wilayah negara hukumnya fardlu kifayah. Jika musuh sudah masuk ke dalam wilayah negara yang wajib dipertahankan hukumnya fardlu ‘ain.
Akhir
Jadi, serta merta mengartikan jîhâd dengan makna perang sangt tidak tepat, karena jîhâd diungkap al-Quran dalam makna yang sangat luas dalam banyak aspek kehidupan lintas ruang dan waktu. Bahwa perang sebagai satu dari sekian banyak bagian jîhâd adalah benar. Qarînahnya ialah karena perang adalah sesuatu yang mengandung kesulitan tinggai dan melelahkan sehingga diperlukan ekstra kemampuan dan mengandung pengorbanan baik harta maupun jiwa bahkan sanak keluarga.
Jika Qarînah ini membawa seseorang untuk memaknai jîhâd dengan perang, sesungguhnya tidak ada maslaah. Karena perang menurut al-Quran bukan untuk kehancuran dan kedhaliman, tetapi untuk nilai-nilai kemanusiaan. Jadi perang dalam ajaran Islam sangat mulia dan terkendali. Perang dalam visi al-Quran ber-etika, tidak brutal, dan bertujuan sangat mulia, tidak sekedar untuk mendapatkan ladang minyak.
Sekiranya semua orang di dunia ini mengerti tujuan jîhâd perang menurut dan sebagaimana diajarkan al-Quran, boleh jadi pepeperang digemari banyak orang.
Kita semua sering sekali mendengar kata jihad. Sebenarnya, apa sih jihad itu?. Bagaimana cara kita berjihad? Apakah jihad  identik dengan kekerasan?.
Keutamaan Jihad
Kata jihad merupakan sesuatu yang melekat dalam ajaran Islam. Dengan mengetahui ilmunya, semoga kita dapat lebih prosporsional dalam menyikapi masalah jihad.  
Orang yang berjihad karena Allah akan mendapatkan keutamaan sebagai berikut:[4]
1. Mendapat rahmat
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berjihad di jalan Allah. Mereka itu mengharapkan rahmat Allah dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS 2:218)
2.Menjadi tiket ke surga
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (QS 3:142)

3.Sebagai jalan menuju Allah/ jalan menuju keberuntungan
“Hai orang-orang yang berikman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendektkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalanNya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS 3:35)
4.Jalan menuju kemenangan
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah, serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah, dan itulah orang-orang yang mendapat keberuntungan.” (QS 9:20)





C. Ruang Lingkup Jihad
     Macam-macam ruang lingkup jihad[5], yakni:
1.      Jihad melawan hawa nafsu
Ada 4 macam jihad terhadap hawa nafsu, yaitu:
a.       Bersungguh-sungguh dalam mempelajari islam
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS 29:69)
b.      Bersungguh-sungguh dalam mengamalkan Islam
“Maka bersabarlah kamu untuk melaksanakan ketetapan Tuhan-mu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir diantara mereka.” (QS 76:24)
c.       Bersungguh-sungguh dalam mendakwahkan Islam
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS 41:33). Tidak ada perkataan yang lebih baik, kecuali perkataan yang menyeru kepada Allah.
d.      Bersungguh-sungguh dalam menghadapi tantangan dakwah
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan Allah.” (QS 31:17)
2.      Jihad melawan setan
Setan artinya menjauhkan manusia dari jalan kebenaran/membengkokkan manusia di jalan lurus. Jihad melawan setan artinya bersungguh-sungguh menolak segala bisikan buruk atau dorongan buruk.


Bentuk-bentuk jihad melawan setan:
a.       Bersungguh-sungguh menolak kemusyrikan yang dibingkai dengan simbol-simbol   Islam
”Iblis menjawab:” Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan menghalangi mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang, dari kanan dan dari kiri. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan dari mereka bersyukur kepada Engkau” (QS 7: 16-17)
b.      Bersungguh-sungguh menolak bisikan setan yang menanamkan keraguan ketika akan melakukan amal shaleh
“Katakanlah :”Aku berlindung kepada Tuhan manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi. Yang membisikan (kejahatan) ke dalam hati manusia. Dari jin dan manusia.”(QS 114:1-6)
c.       Bersungguh-sungguh menolak bisikan setan yang membungkus kemaksiatan dengan kenikmatan
“Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab itu Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat. Pasti akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya. kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis diantara mereka.” (QS39-40)
d.      Bersungguh-sungguh menolak bisikan setan yang menanamkan angan-angan
“Selain itu memberi janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka. Padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain tipuan belaka. “ (QS 4: 120)
Maksud angan-angan disini, contohnya kita ingin berbuat kebaikan tidak akan mengulangi kemaksiatan, tapi ternyata keinginan itu hanya angan-angan bukan kenyataan. Jadi harusnya kita berjihad untuk mewujudkan angan-angan itu
e.       Bersungguh-sungguh menolak bisikan setan yang menanamkan permusuhan
“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”Ayat diatas sebenarnya berbicara tentang khamar dan perjudian, tapi dari ayat tersebut dapat diambil intinya bahwa setan selalu menimbulkan/menanamkan kebencian dan permusuhan
f.       Bersungguh-sungguh menolak bisikan setan yang menakut-nakuti dengan kemiskinan. Biasanya setan menanamkan hal ini, kepada orang-orang kaya
“setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan dari padaNya dan karunia. Dan Allah Maha luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui.” (QS 2:268)
3.      Jihaddul kuffar
Bersungguh-sungguh menghadapi serangan orang-orang yang memusuhi/ memerangi umat Islam.
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah Mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (QS 2:216)
Ayat diatas menunjukkan tentang berperang (serangan fisik), tapi hakikatnya di Zaman sekarang, perang tidak hanya fisik (seperti di Palestina), tapi juga non fisik seperti perang melawan ideologi.
Dalam Islam, ada guidance bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap non muslim, berikut ini ahlak berdampingan dengan non muslim:
a.       Tidak boleh memaksakan ajaran Islam kepada non muslim dan kita wajib menolak ajaran non Islam yang dipaksakan pada kita.
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS 2: 256).
b.      Tidak boleh mencampuradukkan ritual
“Katakanlah hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku bukan penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu pun bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, untukku agamaku.” (QS 109:1-9)
c.       Harus berlaku adil.
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk tidak berlaku adil. Berlaku adilah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS 5:8)
d.      Jika non muslim meninggal, kita tidak boleh mendo’akannya
e.       Tidak boleh menikah dengan non muslim.
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang
 musyrik (dengan wanita-wanita mukmin), sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang-orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintyahNya) kepada manusia suapaya mereka mengambil pelajaran.” (QS2:221).
Dari uraian diatas, dapat difahami bahwa ladang jihad yang dapat kita lakukan sangat banyak sekali Jihad melawan hawa nafsu,  jihad melawan ideologi/kebudayaan yang sangat jauh dengan syari’ah Islam, jihad menjadikan umat ini cerdas, menjadikan umat ini bisa mandiri, sehingga pada akhirnya dapat menampilkan jati diri umat Islam yang santun tapi tegas, menjadi umat terbaik. Maka, teruslah meng-up grade kualitas keimanan, kualitas keilmuan, agar kita tidak gampang dibodohi, tidak gampang terjerat oleh rayuan duniawi atau tipuan yang mencelakakan hidup kita di dunia terlebih lagi di akhirat.



KESIMPULAN

    Tidak diragukan lagi bahwa jihad adalah amal kebaikan yang Allah syari’atkan dan menjadi sebab kokoh dan kemuliaan umat islam. Sebaliknya (mendapatkan kehinaan) bila mereka meninggalkan jihad di jalan Allah.
     Demikian agungnya perkara jihad ini menuntut setiap muslim melakukannya untuk menggapai cinta dan keridhoan Allah. Tentu saja hal ini menuntut pelakunya untuk komitmen terhadap ketentuan dan batasan syari’at, komitmen terhadap batasan dan hukum Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, merealisasikan target dan tujuan syari’at tanpa meninggalkan satu ketentuan dan batasannya, agar selamat dari sikap ekstrim dan berlebihan sehingga jihadnya menjadi jihad syar’i diatas jalan yang lurus dan dia mendapatkan akibat dan pahala yang besar diakhirat nanti. Hal itu karena ia berjalan diatas cahaya ilahi, petunjuk dan ilmu dari Al Qur’an dan sunnah NabiNya shallallahu ‘alaihi wa sallam. [4]
     Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk belajar mengenai konsep islam tentang jihad secara benar dan bertanya kepada para ulama pewaris nabi tentang hal-hal yang belum ia ketahui. Apalagi dalam permasalahan yang sangat penting dan berbahaya ini, dan di masa kaum muslimin tidak mengenal syari’atnya dengan benar. Sebab bisa jadi yang dianggap jihad syar’i sebenarnya adalah jihad bid’ah.








REFERENSI:
1.       Anshory, “Jihad dalam Persepektif Al-Qur’an” online (avaible): yttp://tafsiri.multiply.com/journal/item/1 diakses Sabtu, 6 Oktober 2010
2.      Majelis Percikan Iman, 27 Agustus 2006http://kebunilmu.blogspot.com/2008/11/jihad-dalam-perspektif-al-quran.html, Sabtu, 6 November 2010





[1] Anshory, “Jihad dalam Persepektif Al-Qur’an” online (avaible): yttp://tafsiri.multiply.com/journal/item/1 diakses Sabtu, 6 Oktober 2010

[2] ibid
[3] ibid
[4] Majelis Percikan Iman, 27 Agustus 2006http://kebunilmu.blogspot.com/2008/11/jihad-dalam-perspektif-al-quran.html, Sabtu, 6 November 2010

[5] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar